Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Beredar Melalui PT Pos Indonesia dan Para Penyelenggara Jasa Titipan

Siaran Pers No. 130/PIH/KOMINFO/6/2009

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Beredar Melalui PT Pos Indonesia dan Para Penyelenggara Jasa Titipan

(Jakarta, 12 Juni 2009). Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dan Kepala PPATK ( Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein pada tanggal 12 Juni 2009 di kantor Ditjen Postel Departemen Kominfo telah menanda-tangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah Ditjen postel dan PPATK dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dalam kaitannya dengan PT. Pos Indonesia dan Penyelenggara Jasa Titipan. Ruang lingkup kerjasama dalam Nota Kesepahaman ini meliputi: tukar menukar informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing instansi; bantuan PPATK kepada Ditjen Postel dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pos khususnya pengawasan layanan lalu lintas uang termasuk menyusun regulasi teknis mengenai penerapan prinsip mengenai nasabah layanan pos; bantuan Ditjen Postel kepada PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; penugasan pejabat/pegawai Ditjen Postel di PPATK; sosialisasi rezim anti pencucian uang; dan/atau p endidikan dan pelatihan.

Di dalam Nota Kesepahaman tersebut juga disebutkan, bahwa Ditjen Postel dan PPATK melakukan tukar menukar informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing instansi. Pertukaran informasi tersebut dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pimpinan instansi atau pejabat yang ditunjuk. Informasi yang diberikan oleh Ditjen Postel kepada PPATK sebagai berikut: hasil pengawasan terhadap PT. Pos Indonesia dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan dalam menyelenggarakan jasa layanan pos; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Ditjen Postel di bidang pos yang diperlukan oleh PPATK dalam rangka melakukan analisis laporan atau pemenuhan permintaan informasi dari Financial Intelegence Unit (FIU) negara lain yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang sesuai permintaan PPATK. Sedangkan informasi yang diberikan oleh PPATK kepada Ditjen Postel sebagai berikut: dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh setiap orang yang melakukan transaksi keuangan melalui PT. Pos Indonesia dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan yang berada di bawah pembinaan Ditjen Postel; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Ditjen Postel di bidang pos.

Pihak yang mengajukan permintaan informasi wajib menjelaskan tujuan penggunaan informasi tersebut. Informasi yang diberikan tersebut bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam surat permintaan informasi. Di samping itu, informasi yang diberikan tidak dapat diteruskan/diungkapkan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi informasi. Pihak penerima informasi bertanggung jawab atas kerahasiaan, penggunaan dan keamanan informasi yang telah diberikan. Dalam rangka memantau kepatuhan terhadap pelaksanaan peraturan dan pedoman pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan pelaporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai, PPATK melakukan audit kepatuhan terhadap PT. Pos Indonesia dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan yang berada di bawah pembinaan Ditjen Postel. Pelaksanaan audit kepatuhan tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan terlebih dahulu pemberitahuan secara tertulis kepada Ditjen Postel. Dalam hal terdapat temuan audit kepatuhan tersebut, maka PPATK dan Ditjen Postel melakukan audit kepatuhan secara bersama.

Sebagai informasi, pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut dapat diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU TPPU) mengamanatkan pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga sentral yang mengkoordinasikan pelaksanaan Undang-undang dimaksud guna mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. PPATK adalah lembaga yang independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Keberadaan PPATK sebagai suatu lembaga intelijen di bidang keuangan, yang secara internasional nama generiknya adalah Financial Intelligence Unit (FIU) memiliki tugas dan kewenangan khusus.

Kewenangan PPATK adalah meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan; meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum; melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; dan memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Berdasarkan UU TPPU dan Keppres No. 82 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Kewenangan PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, lembaga intelijen di bidang keuangan (FIU) Indonesia ini dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait baik secara nasional maupun internasional. Kerjasama dengan instansi pemerintah di dalam negeri terutama dilakukan agar rezim anti pencucian uang di Indonesia dapat diterapkan secara efektif sehingga PPATK dapat membantu upaya penegakan hukum dan menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan.

Dengan semakin tumbuh berkembangnya dinamika pembangunan serta menyebarnya kegiatan-kegiatan dunia usaha di seluruh wilayah tanah air, penyelenggaraan pos utamanya layanan transasksi keuangan merupakan salah satu sarana yang efektif untuk pengiriman uang. PT. Pos Indonesia dan Penyelenggara Jasa Titipan (Perjastip) sebagai lembaga keuangan non Bank, dimungkinkan untuk disalahgunakan sebagai sarana oleh pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan sehingga dapat digunakan untuk melakukan tindak kejahatan lainnya diantaranya terorisme. Di tjen Postel yang merupakan otoritas regulasi teknis bagi PT. Pos Indonesia dan Perusahaan Jasa Titipan (Perjastip) dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang di sektor lembaga keuangan non bank memandang perlu adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antara Ditjen Postel dan PPATK, dengan tetap berdasarkan azas adanya permisahan tanggung jawab, yaitu pengaturan dan pengawasan prinsip menenal nabah oleh Dtjen Postel dan laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai oleh PPATK.

Tinggalkan komentar